Ulasan Film Serdadu Kumbang
Oleh: Retno Fatimah Azzahra
Film garapan Nia dan
Ari Sihasale ini mengambil tempat di sebuah desa kecil bernama Mantar di
Sumbawa. Dari tempat yang dipilih, sudah banyak hal menarik yang bisa dijadikan
latar cerita sebenarnya. Film ini juga memotret kisah kisah kehidupan dari
masyarakat desa pedalaman Sumbawa, contohnya mulai dari masyarakat yang belum
terlalu peduli pendidikan, bentang alam yang indah, mitos yang mengakar, sampai
kebiasaan masyarakat desa yang unik. Bercerita tentang 3 orang anak laki-laki
yang berasal dari desa Mantar, yaitu Amek (Yudi Miftahudin), Acan (Fachri
Azhari) dan Umbe (Aji Santosa). Mereka semua berusaha keras ingin mengejar
cita-cita mereka meski dengan berbagai keterbatasan yang mereka miliki.
Anak laki-laki kelas
enam SD yang terlahir dengan celah di
bibirnya,
jahil dan juga cengeng yang ditinggal ayahnya ke Malaysia, itulah hal yang bisa
di deskripsikan dari seorang Amek sebagai pemeran utama saat film ini di putar.
Diangkat dari kisah nyata film ini berawalkan dari sebuah SD dan SMP yang
hampir sebagian siswanya tidak lulus ujian nasional. Karna hal itu guru – guru
memperketat kegiatan pembelajaran. Bapak Alim yang diperankan oleh Lukman Sardi
memperketat aturan dan sistem mengajar. Namun cara pak Alim mungkin salah karna
tindak kedisplinan yang dilakukan menimbulkan dampak yang kurang baik bagi
murid-murid yang masih dalam masa pertumbuhan.. “Siapa yang tidak mengikuti
aturan maka ia harus dihukum.” Seperti itu alasan pak Lukman.
Amek tinggal bersama kakanya, Minun yang diperankan oleh
Monica Sayangbati dan ibunya, Siti yang diperankan oleh Titi Sjuman, di desa
Mantar, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.Terletak di puncak bukit, jauh dari
perkotaan. Suami Siti, Zakaria (Asrul Dahlan) sudah tiga tahun bekerja di
Malaysia tetapi belum juga pulang, apalagi mengirim mereka uang. Suatu hari,
ibunya Amek datang ke sekolah Amek dan memanggil Amek untuk membacakan surat
yang dikirim oleh ayahnya. Dalam surat itu, terdapat nomor telepon yang dapat
dihubungi Amek untuk mengetahui kabar ayahnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk
menghubungi ayahnyaLalu, ia membeli nomor perdana dan pulsa walaupun ia hanya
membeli sebesar Rp 5000,00 yang tentu tidak c.ukup. Selain itu, ia harus
menunggu sampai larut malam untuk mendapatkan sinyal dan akhirnya ia terlambat
kesekolah dihukum oleh Pak Alim sebelum ia bisa masuk ke kelasnya.
Sebenarnya Amek anak yang baik,
namun sifatnya yang introvert, keras hati dan cenderung jahil membuat ia
sering dihukum oleh guru-gurunya. Sebaliknya, Minun kakanya yang duduk di
bangku SMP dan selalu juara kelas. Minun juga sering menjuarai perlombaan
matematika se-kabupaten. Sederet piala dan sertifikat berjejer di ruang tamu
mereka. Minun dikenal sebagai ikon sekolah, kebanggaan keluarga dan masyarakat.
Kadang Amek juga memperdulikan
keadaan sekitarnya. Seperti saat kursi guru di kelasnya rusak dan saat itu akan
diadakan ulangan mata pelajaran Pak Alim namun ditunda karena kursinya rusak
dan Pak Alim langsung marah kemudian menghukum murid-muridnya di lapangan, tidak
memperbolehkan mereka mengikuti ulangan sampai ada yang mengakui siapa yang
berani-beraninya menukar kursi guru dengan kursi yang telah rusak. Secara
tiba-tiba Amek mengakui di depan teman-teman dan guru-guru yang lain bahwa ia
sengaja menukar kursi yang rusak itu menjadi kursi guru, padahal itu sama
sekali tidak benar. Pak Alim langsung menghukum Amek di lapangan. Ketika Amek
ditanya oleh guru-guru yang lain apakah itu benar atau tidak, Amek berkata bahwa
ia melakukan ini semua demi teman-teman kelasnya agar bisa mengikuti ulangan
Pak Alim tanpa memperdulikan dirinya sendiri yang seharusnya juga mengikuti
ulangan.
Di
bibir tebing menghadap ke laut lepas, ada sebuah pohon yang sering di sebut
sebagai pohon cita- cita. hampir disetiap dahan pohon itu
diikat dengan tali yang menjulur kebawah yang diujungnya terdapat botol
berwarna-warni yang berisikan kertas bertuliskan nama seseorang dengan
cita-citanya. Dari sekian banyak botol yang bergantungan di pohon cita-cita
tersebut hanya Amek lah yang tidak mau menggantungkan botol berisi kertas
bertuliskan cita-citanya. Amek takut kalau orang-orang akan menertawakannya. Ia
sadar, kekurangan yang ia miliki telah menjauhkan dirinya dari cita-citanya. Untuk pertama kalinya
Amek berani menuliskan cita-citanya sebagai penyiar berita di televisi pada
secarik kertas dan di masukan ke botol. Amek sering menonton berita, lalu
berita itu di ceritakannya lagi kepada temannya yang tidak mempunyai TV bahkan
ia juga menirukan gaya seorang yang sedang membacakan berita.
Hari terus berlalu hingga saat yang
dinantikan Amek pun tiba, ayahnya yaitu Zakaria yang selama ini dirindukan oleh
Amek akhirnya pulang. Tapi kedatangan ayah Amek itu justru membawa masalah
karena Zakaria menjual jam tangan yang dibelinya dari Malaysia kepada penjual
jam di pasar seharga 4 juta rupiah. Ternyata jam yang Zakaria jual adalah jam
tangan palsu, sang penjual pun meminta Zakaria untuk mengembalikan uang 4 juta
tersebut. Namun Zakaria tidak bisa mengembalikannya karena uang itu telah ia
pakai untuk membayar hutang akibatnya si penjual itu membawa pergi Smodeng kuda
kesayangan Amek. Tapi akhirnya kuda itu di tebus oleh kak Minum memakai uang
yang seharusnya digunakan untuk melanjutkan SMA nanti.
Minun,
peran seorang kakak yang sangat baik karena Minun memerankan sosok seorang kakak yang natural,
yang patut dicontoh karena prestasi dan rasa sayangnya kepada Amek. Bukan hanya
karena adiknya itu tidak lulus ujian nasional tahun lalu, lebih dari itu Amek
memiliki kekurangan, bibirnya sumbing dan sering dijadikan lelucon oleh
teman-temannya. Dibalik sisi penyayang dari seorang Minun, ia juga memiliki
hati dan perasaan yang rapuh. Minun terlihat lebih pendiam dan kalem daripada
Amek, adiknya. Sampai-sampai, Minun memendam rasa kecewa dan sedihnya sendiri
karena ia tidak lulus ujian nasional. Padahal, Minun anak yang pintar dan
rajin. Untuk mengobati rasa kecewa dan sedihnya ia datang ke pohon cita-cita.
Maksud untuk mengambil cita-cita yang pernah ia gantung disana, tetapi Minun
malah terjatuh dari dahan pohon karena ia tak sampai untuk mengambil botolnya
karena terlalu tinggi. Sehingga ia langsung terjatuh dan tidak sadarkan diri
sampai ia meninggal. Ini membuat Amek merasa sangat sedih, hal yang bisa menghibur Amek yaitu hasil ujian nasional SD
yang diumumkan menyatakan bahwa semua siswa-siswi kelas 6 SD di Desa Mantar
lulus termasuk
Amek. Dibalik
kekurangannya, Amek mahir berkuda. Hal ini ditunjukkan ketika Amek menjuarai
perlombaan berkuda.
Pesan
yang hadir dalam film ini adalah kita akan menemukan adanya pendidikan
berkarakter yang ditanamkan oleh tokoh-tokoh pembantu dalam film ini. Seperti
halnya kejujuran, empati, ketika ada yang marah dan tidak mengumbar
kesombongan, karakter-karakter itu akan kita temukan di film ini. Misalnya
saja, jujur saat ditanya oleh guru, dan tidak mengumbar kesombongan karena
mendapat prestasi yang baik dengan memamerkan kepada orang-orang.
Sayangnya,
film ini ada sedikit kekurangan. Misalnya masalah kekerasan guru, yang
diutamakan dalam film dan beberapa kali diungkit sepanjang film, tak jelas apa
latar belakangnya dan bagaimana resolusinya. Sedangkan, kakak Amek yang
terkenal pintar dan tanpa konflik dari awal malah mengalami klimaks tragis,
dengan tidak lulus dan akhirnya meninggal jatuh dari pohon (yang tak terlalu
tinggi). Penyelesaiannya bukan pada mengapa ia tidak lulus, namun pada masalah
pohon (yang dipercaya musrik) yang ia naiki. Tidak ada eksplorasi yang lebih
mendalam pada tokoh Minun, hal ini menggantungkan penonton yang tidak tahu apa
sebenarnya cita-cita Minun sampai akhirnya ia meninggal.
Komentar
Posting Komentar